Depok, 11 November 2023 Auditorium Gedung IV FIB Universitas
Indonesia , Dr. Didik Pradjoko S.S,M.Hum
Dosen dalam bedah buku Bumiputra,
Investasi Asing dan Pasar Mode Topi Tangerang 1860-1939 menjelaskan Sejarah
adalah guru kehidupan’ demikian makna tiga kata pembuka tersebut. Sejarah
memiliki arti penting dalam kehidupan manusia, sejarah dapat menjadi pelajaran hidup
untuk menapak di masa kini dan juga di masa depan. Dengan demikian sejarah
memiliki peran yang sangat penting, namun demikian banyak orang yang tidak
mempedulikan kenyataan tersebut, tidak banyak orang-orang termasuk masyarakat
bangsa Indonesia ini yang belajar dari sejarah. Membangun kesadaran sejarah di
kalangan masyarakat dan juga para pemimpin pengambil kebijakan baik di tingkat
lokal hingga pusat tidaklah mudah, karena dibutuhkan pemahaman sejarah dalam
berbagai tema dan aspeknya. Munculnya pemahaman sejarah sangat dipengaruhi
faktor literasi sejarah berbagai kalangan masyarakat, salah satunya tersedianya
berbagai macam penerbitan buku atau artikel sejarah baik dalam bentuk cetak
maupun digital yang dapat diakses dalam media internet maupun media sosial.
Pada intinya peningkatan literasi sejarah ini sangat didukung kegairahan
membaca buku, artikel atau informasi sejarah dan juga tersedianya karya-karya
sejarah dalam berbagai topik dan aspeknya.
Buku ini memiliki topik yang unik tentang sejarah Topi
Tangerang yang sangat mendunia, diekspor ke berbagai negara di Benua Eropa,
Asia dan Amerika, bahkan Topi Tangerang ini dihadirkan dalam berbagai pameran
internasional di Paris, Amsterdam, dan Brussel sejak akhir abad ke-19 hingga
awal abad ke-20. Pelajaran apa yang bisa dipetik dari fenomena ini? Sebuah
pelajaran yang luar biasa bahwa dari karya pengrajin kampung di pelosok wilayah
di Tangerang sangat dicari oleh para konsumen orang-orang Eropa sebagai
pelengkap mode berpakaian mereka. Topi Tangerang dipasarkan di Eropa dengan
berbagai merek dan jenis topi yang terkenal saat itu di paruh awal abad ke-19
yaitu topi Panama dan topi Manila.
Buku ini memberikan penggambaran yang menarik dari
seluk-beluk kerajinan pembuatan topi Tangerang, asal usul perkembangan mode
topi di Eropa dan Amerika, proses produksi, pedagang perantara, pengemasan
untuk ekspor, jaringan pemasarannya, nilai ekspor, keikutsertaan topi Tangerang
dalam pameran dunia di Paris, Amsterdam, dan Brussel pada akhir abad ke-19
hingga awal abad ke-20, serta dampak industri topi Tangerang bagi pengrajin dan
masyarakat Tangerang, bagi pedagang perantara, bagi perusahaan dan terakhir
bagi pemerintah Hindia Belanda. Kajian ini merupakan kajian sejarah lokal yang
menarik tentang industri kerajian sebagai bentuk kreativitas masyarakat
Tangerang yang kebanyakan adalah petani sawah atau petani tegalan sehingga untuk Topi Bambu Tangerang ini tahun dapen dapat di usulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda karean sudah banyak literasi dan bukti yang dijelasakan dalam buku ini termasuk akan sudah buat Museum Topi Bambu ujar Dr. Didik Pradjoko saat mejelaskan kepada peserta bedah buku
Penyelenggaraan
kegiatan kerajinan anyaman ini pada awalnya seperti juga kerajinan tangan
lainnya seperti pembatikan, ukir, tenun dan lain-lain yang merupakan kegiatan
luar tani (off farm) yang banyak dilakukan oleh petani di waktu senggang
disela-sela bercocok tanam, namun di beberapa wilayah seperti kerajinan tenun,
batik, dan ukir berkembang menjadi profesi penduduk sebagai upaya mereka
meningkatkan penghasilannya. Fenomena industri topi Tangerang yang mendunia
sejak akhir abad ke-19 membuka mata kita bahwa sejak dulu industri kreatif
masyarakat ini kalau dikelola dengan baik maka dapat menjadi produk unggulan
yang dapat diekspor dan menghasilkan devisa meski di masa lalu yang meraup
keuntungan terbesar adalah para pedagang besar perantara, pemilik perusahaan,
dan pelaku perdagangan ekspor yang kebanyakan orang Tionghoa dan Eropa.
Banyak pelajaran bagi
kita semua, yang bisa digali setelah membaca karya ini, bahwa potensi kerajinan
rakyat yang kreatif dalam berbagai bidang dapat dijadikan produk unggulan yang
dikemas dengan kualitas yang baik dapat dipasarkan baik di dalam negeri maupun
diluar negeri.
Semoga buku karya
Adrian Falah Diratama ini dapat memberikan berbagai manfaat mulai dari membaca
bahan bacaan yang asyik dibaca dan juga memberikan pemahahan dan kesadaran
sejarah arti penting industri kerajinan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat, terutama para pengrajin industri kerajinan topi dan juga
kerajinan-kerajinan lainnya.
Agus Hasanudin,ST founder Yayasan Topi Bambu menjelaskan
kepada peserta bedah buku dan kalangan mahasiswa ini untuk siap terjun ke
masyarakat, dunia kerja maupun di era digital ini perlu memiliki konsep IDE (
Inovasi, Digitalisasi dan Eksistensi) untuk lebih jelasnya silakan baca buku
yang di tulis Adrian Falah Diratama,S.Hum secara rinci dan lengkap.
Kami ucapkan terima kasih kepada Studi Klub Sejarah UI (SKS) Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Sejarah yang
sudah menyelenggarakan kegiatan ini dengan Tema Bedah Buku dan Diskusi AWAS
(Diskusi Arus Wawasan Sekarah) , Dr.Didik Pradjoko dan Kangagush Yayasan Topi
Bambu ungkap Adrian Falah Diratama atas
terselenggaranya acara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar