wow.... tepatnya 9 September 2012 hasil wawancara langsung kangagush dengan reporter kompas , dan ada link di http://regional.kompas.com/read/2012/09/09/03552347/Bambu.Terasing.di.Negeri.Sendiri
Bambu sangat dekat
dengan kehidupan rakyat Indonesia. Ada 156 jenis bambu yang tumbuh di
negeri ini. Ada sekitar 1.500 alat kerajinan terbuat dari bambu yang
digunakan rakyat. Toh, zaman berubah. Masyarakat modern di negeri bambu
ini justru semakin jauh dari bambu.
Suara kolecer
atau mainan serupa baling-baling dari bambu dan kertas itu riuh
terdengar di Assembly Hall Jakarta Convention Center, Minggu (2/9)
siang. Mainan itu dibagikan kepada seratusan penonton yang menyaksikan
pertunjukan Komunitas Hong, sebuah komunitas yang didirikan untuk
melestarikan mainan tradisional.
Beberapa jenis mainan yang
dipraktikkan dan dipamerkan dalam acara ini hanyalah sebagian kecil dari
ratusan mainan tradisional di Indonesia.
”Dari semua permainan
yang menggunakan alat, 60-80 persen di antaranya adalah mainan yang
terbuat dari bambu,” kata Zaini Alif, pendiri Komunitas Hong.
Minggu
siang itu, anak-anak dari komunitas ini tampil dalam acara Festival
Bambu Nusantara Ke-6 yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif serta Republic of Entertainment, penggagas berbagai
festival dari Bandung.
Anak-anak dari Komunitas Hong mempraktikkan
beberapa permainan dengan alat dari bambu, digabungkan dengan
permainan-permainan lainnya. Ada anak-anak yang bermain egrang dari
bambu, ada yang bermain bedil (pistol) jepret dan sumpit. Juga wayang,
gasing, dan mobil-mobilan. Semuanya dari bambu.
Namun, bambu yang
digunakan beragam. Bambu tali yang tingkat kelenturannya tinggi dipakai
untuk membuat anyaman wayang bambu dan menjadi bagian dari bedil jepret.
Sumpit dibuat dari bambu buluh, sedangkan egrang terbuat dari bambu
yang kuat, seperti bambu hijau atau bambu hitam.
Penopang penghasilan
Seberapa
jauh bambu menjadi gantungan kehidupan sebuah masyarakat? Mari kita
tengok warga di Kampung Kabandungan, Desa Sindangasih, Kecamatan
Karangtengah, Cianjur, Jawa Barat. Bambu di sini menjadi penopang
penghasilan bagi ratusan penduduknya. Bisa dikatakan hampir seluruh
penduduk di kampung ini berprofesi sebagai perajin sangkar burung yang
memanfaatkan materi bambu.
Di luar kampung ini, bambu juga menjadi
tumpuan warga Cianjur. Lihatlah peralatan rumah tangga yang mereka
gunakan, cendera mata yang dijajakan. Semua dari bambu. Anyaman bambu
disulap menjadi tampah, nampan, tudung saji, tempat tisu, lampu duduk,
dan lainnya.
Beranjak ke Kabupaten Tangerang, Banten, kerajinan
bambu berupa topi bambu sempat menjadi primadona. Sejak 1813, topi bambu
dari Tangerang bahkan telah merajai pasar ekspor di Perancis dan
Amerika. Permintaan topi lebar dari bambu sampai saat ini masih datang
dari Jepang dan Australia.
Ketua Komunitas Topi Bambu Tangerang
Agus Hasanudin mengatakan, lebih dari 80 persen masyarakat pedesaan di
Tangerang bisa menganyam bambu. Seiring dengan perubahan mode topi bambu
internasional, kini topi bambu lebih banyak dimanfaatkan sebagai topi
pramuka dengan permintaan 30.000 kodi per bulan dari total 20 perajin
topi bambu.
Sayangnya, meski Indonesia punya banyak ragam bambu,
pemanfaatan bambu masih sangat terbatas. Mukoddas Syuhada dari Banten
Creative Community, misalnya, mengatakan, bambu di beberapa daerah di
Banten hanya digunakan sebagai pagar rumah dan bebegig (orang-orangan)
di sawah.
Hal serupa dikatakan Jatnika Nanggamihardja, sosok yang
lebih dari 20 tahun berkecimpung di dunia bambu, salah satunya sebagai
eksportir rumah bambu. Menurut Jatnika, meski Indonesia sangat kaya akan
jenis bambu, masyarakat negara ini masih kalah bersaing dengan China,
India, dan Jepang dalam memanfaatkannya.
”Ini karena masyarakat
Indonesia masih mengandalkan keahlian tradisional dalam mengolah bambu
sehingga kalah kualitas dibandingkan negara lain,” kata Jatnika.
Pandangan salah
Bahwa
bambu menjadi budaya bangsa Indonesia terlihat dari bagaimana cara
memanen, mengawetkan, dan mengolahnya, yang diwarisi secara
turun-temurun dari nenek moyang kita.
Jatnika, yang juga menjadi
pelestari bambu dengan menanam pohon ini di bantaran Sungai Ciliwung,
Cisadane, Ciluwer, serta di tepian Sungai Cimande, telah mendata 1.511
produk kerajinan yang dibuat dari bambu.
Namun, karena bambu dan
produk bambu cenderung masih dianggap murahan, kampungan, dan identik
dengan kemiskinan oleh masyarakat kita, tak heran jika di zaman modern
ini kita semakin terasing dengan bambu.
Dari total 156 jenis bambu
di Indonesia, sebagian di antaranya telah punah atau terancam punah.
Pohon bambu euleul yang di dalam tiap ruasnya terdapat genangan air dan
diyakini mampu mengobati penyakit, misalnya, sudah sulit dijumpai.
Beberapa
jenis bambu, seperti bambu merambat, bambu berbuah, hingga bambu yang
diselimuti bedak putih, telah punah. Tanaman bambu hanya dibiarkan
tumbuh dengan liar. Tak ada yang secara sengaja menanamnya untuk skala
industri. Akibatnya, produk kerajinan bambu sulit diproduksi dan
dipasarkan secara berkelanjutan.
Padahal, minat masyarakat
internasional terhadap eksotisme produk bambu cukup tinggi. Jatnika,
contohnya, sudah mengekspor rumah bambu ke Malaysia, Jerman, hingga
Timur Tengah. Dari tahun 2000 hingga sekarang, Jatnika telah membangun
lebih dari 3.500 rumah bambu.
Selain bernilai ekonomis, bambu juga
memiliki banyak kegunaan untuk lingkungan di sekitarnya. Bambu mampu
menyimpan 90 persen air dari lingkungannya, sedangkan tanaman lain hanya
menyimpan air maksimal 45 persen. Tiap batang bambu bisa menghasilkan
1,2 kilogram oksigen yang cukup memenuhi kebutuhan dua orang per 24 jam.
Dari
bambu, nenek moyang juga mengajarkan makna hidup melalui falsafah
bambu, seperti leuleus jeujeur liat tali. Falsafah dalam bahasa Sunda
yang menggambarkan kelenturan bambu dan alotnya tali yang terbuat dari
bambu ini bermakna bahwa dalam menjalani hidup, diperlukan ketekunan,
kesetiaan, dan kelenturan.
Begitu lekatnya bambu dengan kehidupan
dan budaya bangsa Indonesia, hal itu membuat Jatnika pun berpendapat,
”Kalau bambu tidak ada, budaya bangsa hilang. Artinya, kekuatan negara
juga hilang.”
Bambu pun sudah memberikan isyarat. Ini sebuah tanda zaman.
Reporter : Mawar Kusuma & Yulia Sapthiani
Bambu Terasing di Negeri Sendiri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar