Pada acara yang dihadiri oleh segenap jajaran Muspida dan Muspika di Kabupaten Tangerang dan beberapa organisasi dari berbagai elemen masyarakat tersebut, Komunitas Topibambu berkesempatan mengisi stand kerajinan Topi Bambu yang luar biasa mendapat sambutan hangat dari para peserta undangan. Banyak diantara peserta antusias membeli kerajinan Topi bambu buatan para pengrajin dari beberapa kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar Secara Simbolis Menerima Penghargaan Rekor MURI Untuk Topi Bambu Terbesar Yang Diserahkan Langsung Oleh Kang Agus Hasanudin. |
Mang Uci (Pengrajin) dan Bupati Ahmed Zaki Iskandar berpose bersama Topi Bambu Roket. |
Kang Agus menyinggung pula bahwa Topi Bambu yang menjadi lambang Kabupaten Tangerang justru banyak disalahartikan oleh anak-anak sekolah di Kabupaten Tangerang sebagai sebuah gunung. Tentu ini seharusnya menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah supaya Topi Bambu yang pernah melegenda ke seantero dunia dan mengindustri di era Kolonial kini justru nasibnya terbengkalai.
Industrialisasi di Kabupaten Tangerang yang menjadikan Tangerang sebagai wilayah modern dan maju memang menjadi tantangan untuk Topi Bambu berkembang. Anak muda di Kabupaten Tangerang lebih memilih bekerja di pabrik dan mengenakan hal-hal berbau modern. Padahal jika dilihat, Topi Bambu yang kini mutunya coba ditingkatkan oleh komunitas Topibambu sudah mendapat perhatian dari negri sebrang sana. Selain itu, Kerajinan Topi Bambu dan turunannya sebetulnya bisa dikembangkan untuk memberdayakan para pemuda putus sekolah.
Kini komunitas Topi Bambu bersama pengrajin sendiri berhasil menciptakan produk turunan dari bahan pembuat Topi Bambu (ilaban) seperti miniatur Topi Bambu yang dibuat gantungan kunci, tempat tisu, tas dan keranjang yang bisa dipakai untuk membungkus barang kerajinan lain seperti tempat dodol. Untuk lebih detailnya produk berbahan ilaban bisa dilihat di sini.
Harapan Komunitas Topibambu sendiri tak banyak. Kami hanya ingin Topi Bambu kembali mendapatkan hati di masyarakat. Kami tak hanya ingin Topi Bambu hanya memiliki satu jenis produk unggulan yang hanya dipakai oleh para Praja Muda Karana (Pramuka) anak sekolah yang dijual murah di pasaran. Komunitas Topi Bambu bermimpi bahwa Kegiatan menganyam Topi Bambu bisa dimasukan sebagai Muatan Lokal di sekolah-sekolah yang tentu berujung pada meningkatnya jumlah pengrajin yang saat ini hanya tersisa 8000 orang saja, itu pun di dominasi oleh kalangan tua. Dan mimpi terbesar Komunitas Topibambu adalah Topi Bambu dapat kembali mendunia, menjadi produk kerajinan berkualitas yang bisa di ekspor, sehingga selain dapat mendongkrak nilai harga yang bisa mensejahterakan pengrajin, juga bisa menjadi simbol kebanggaan Kabupaten Tangerang.
Jika Pekalongan bangga dengan motif khas batiknya. Jepara terkenal dengan ukiran kayunya. Tanah batak bangga dengan tenun kain ulosnya. Tentu Kabupaten Tangerang pun seharusnya berbangga dengan anyaman Topi Bambu yang bahan dasarnya dari irisan-irisan ilaban (irisan bambu) yang saat ini belum ada teknologi modernnya.
(Agung H/Bgenk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar