Berikut adalah sebuah artikel yang dimuat di Kompas.com mengenai topi bambu Tangerang yang pernah merajai Paris.
Topi Bambu Tangerang Pernah Merajai Paris
Jumat, 22 Agustus 2008 | 08:30 WIB
JAKARTA, JUMAT – Industri kecil turut tumbuh di sepanjang Jalan Raya Pos tempo doeloe. Salah satunya adalah industri topi bambu dan pandan buatan Tangerang yang merajai dunia serta menjadi mode di Paris, Perancis!
Pramoedya Ananta Toer dalam Jalan Pos Jalan Daendels mencatat tentang produk topi bambo dan pandan Tangerang sangat digemari di Eropa untuk semua kalangan. Nyona dan nona cantik di Prancis pada awal abad 20 keranjingan mengenakan topi Tangerang. Para kerani di terusan Panama pun banyak yang mengenakan topi buatan Tangerang itu. Jutaan topi Tangerang diekspor ke Eropa setiap tahun pada masa jayanya!
Catatan serupa juga ditulis oleh wartawan Tionghoa Peranakan Oey Hok Tjay yang asli Tangerang. Menurut Hok Tjay, topi bambu atau pandan buatan Tangerang ini dikerjakan para wanita yang sangat digemari di Asia Tenggara hingga Eropa.
Pembuatan topi berpusat di beberapa desa seperti Balaraja, Cikupa, Tigaraksa, Tenjo dan lain-lain. Pembelian topi dilakukan para tengkulak yang b erkeliling desa. Selanjutnya topi dikirim ke pabrik-pabrik topi di Tangerang untuk mendapat sentuhan akhir lalu dipak sebelum dikirim ke luar negeri, kata Hok Tjay.
Pada jaman Hindia Belanda, ujar Hok Tjay, bisnis topi bambu dan pandan dilakukan oleh orang Betawi, Sunda dan Tionghoa. Barulah belakangan ada tiga perusahaan milik bangsa Eropa yang terlibat bisnis topi yang dibuat secara mekanis setelah listrik masuk ke wilayah Tangerang.
Sayang, kini nyaris tidak terdengar atau pun tersisa topi Tangerang yang bersejarah itu. Sejatinya industri topi pandan dan bambu Tangerang adalah sebuah usaha kecil dan menengah yang tumbuh alami di jaman pra-kemerdekaan. Industri sempat hancur karena ada kerusuhan anti-Tionghoa akibat provokasi NICA di masa revolusi fisik seperti dicatat Pramoedya Ananta Toer dalam Hoakiau di Indonesia.
Kini industri yang tumbuh di Tangerang adalah pabrik-pabrik besar dengan polusi. Masyarakat setempat hidup pas-pasan, itu pun untuk mencari kerja, mereka harus membayar kepada para oknum penguasa setempat yang mengaku sebagai jawara . Industri topi bambu dan pandan Tangerang pun tinggal kenangan.
Padahal potensi untuk menghidupkan produk eksotis itu masih ada, Paul Verhoeven yang aktif di Museum Koninlijke Netherlands Indie Leger (KNIL), Broonbeek, Arnhem, Kerajaan Belanda mengaku belum berhasil mencari perajin yang mampu membuat topi pandan atau topi bambu yang digunakan serdadu KNIL tempoe doeloe. Lagipula produk tersebut sangat ramah lingkungan dan memberdayakan masyarakat kecil.
Iwan Santosa
Sumber: Kompas.com
Topi Bambu Tangerang Pernah Merajai Paris
Jumat, 22 Agustus 2008 | 08:30 WIB
JAKARTA, JUMAT – Industri kecil turut tumbuh di sepanjang Jalan Raya Pos tempo doeloe. Salah satunya adalah industri topi bambu dan pandan buatan Tangerang yang merajai dunia serta menjadi mode di Paris, Perancis!
Pramoedya Ananta Toer dalam Jalan Pos Jalan Daendels mencatat tentang produk topi bambo dan pandan Tangerang sangat digemari di Eropa untuk semua kalangan. Nyona dan nona cantik di Prancis pada awal abad 20 keranjingan mengenakan topi Tangerang. Para kerani di terusan Panama pun banyak yang mengenakan topi buatan Tangerang itu. Jutaan topi Tangerang diekspor ke Eropa setiap tahun pada masa jayanya!
Catatan serupa juga ditulis oleh wartawan Tionghoa Peranakan Oey Hok Tjay yang asli Tangerang. Menurut Hok Tjay, topi bambu atau pandan buatan Tangerang ini dikerjakan para wanita yang sangat digemari di Asia Tenggara hingga Eropa.
Pembuatan topi berpusat di beberapa desa seperti Balaraja, Cikupa, Tigaraksa, Tenjo dan lain-lain. Pembelian topi dilakukan para tengkulak yang b erkeliling desa. Selanjutnya topi dikirim ke pabrik-pabrik topi di Tangerang untuk mendapat sentuhan akhir lalu dipak sebelum dikirim ke luar negeri, kata Hok Tjay.
Pada jaman Hindia Belanda, ujar Hok Tjay, bisnis topi bambu dan pandan dilakukan oleh orang Betawi, Sunda dan Tionghoa. Barulah belakangan ada tiga perusahaan milik bangsa Eropa yang terlibat bisnis topi yang dibuat secara mekanis setelah listrik masuk ke wilayah Tangerang.
Sayang, kini nyaris tidak terdengar atau pun tersisa topi Tangerang yang bersejarah itu. Sejatinya industri topi pandan dan bambu Tangerang adalah sebuah usaha kecil dan menengah yang tumbuh alami di jaman pra-kemerdekaan. Industri sempat hancur karena ada kerusuhan anti-Tionghoa akibat provokasi NICA di masa revolusi fisik seperti dicatat Pramoedya Ananta Toer dalam Hoakiau di Indonesia.
Kini industri yang tumbuh di Tangerang adalah pabrik-pabrik besar dengan polusi. Masyarakat setempat hidup pas-pasan, itu pun untuk mencari kerja, mereka harus membayar kepada para oknum penguasa setempat yang mengaku sebagai jawara . Industri topi bambu dan pandan Tangerang pun tinggal kenangan.
Padahal potensi untuk menghidupkan produk eksotis itu masih ada, Paul Verhoeven yang aktif di Museum Koninlijke Netherlands Indie Leger (KNIL), Broonbeek, Arnhem, Kerajaan Belanda mengaku belum berhasil mencari perajin yang mampu membuat topi pandan atau topi bambu yang digunakan serdadu KNIL tempoe doeloe. Lagipula produk tersebut sangat ramah lingkungan dan memberdayakan masyarakat kecil.
Iwan Santosa
Sumber: Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar